KISAH-KISAH
TRADISIONAL
Karya-karya tradisional adalah cerita-cerita karena
sifatnya yang anonim dan turun temurun yang dikenal sebagai milik setiap orang,
dimiliki oleh setiap bangsa di dunia, demikian juga di Indonesia. Kisah serupa
ini biasa disebut sebagai folklor, kisah-kisah yang berisi kebijaksanaan, kasih
sayang, dan impian sebuah kelompok dan komunitas yang menjadi milik bersama,
bahkan mejadi acuan hidup mereka. Lagu-lagu, permainan, alat-alat dapur,
tenunan, asesori, tarian, upacara-upacara, pantun, fabel, mitos, legenda, dan
epik masuk dalam kelompok cerita tradisional. Seperti kita ketahui, folklor ini
anonim dan terdiri atas segala ragam cerita rakyat yaitu cerita yang diturunkan
oleh nenek moyang setiap bangsa, kisah yang menjadi dan dimiliki oleh setiap
orang. Inilah sebabnya, mengapa dalam perjalanan waktu, kita dapat menemukan
berbagai varian cerita rakyat di berbagai sudut dunia. Kisah “Bawang Merah dan
Bawang Putih” misalnya di Indonesia, tidak bisa tidak adalah varian dari kisah
“Cinderella” yang terkenal dan dikumpulkan oleh Grimm Bersaudara itu.
Sedemikian menarik dan terkenal bahkan pentingnya
cerita tradisional ini membuat banyak orang menganggap sebagai cermin budaya
manusia. Malahan Zipes dalam bukunya Why
Fairy Tales Stick (2006) menyatakan bahwa cerita rakyat atau dongeng sangat
berperan dalam menolong kita beradaptasi
dengan lingkungan yang seringkali tidak ramah. Segala kebijakan tadi, harapan,
dan impian bahkan yang dapat ditelisik dari berbagai kesulitan hidup, duka
nestapa para tokoh dalam cerita rakyat, dipercaya dapat membantu masyarakat
pemilik dan pembacanya untuk melanjutka hidupnya dengan memahami dan mengelola
alam dan lingkungannya, dari semua kisah tradisional yang ada, cerita rakyatlah
yang paling disuka orang. Berdasarkan hal itu, berikut ini disampaikan yang
menonjol yang memenuhi perhatian kita.
a.
Pepatah/peribahasa
Pepatah
adalah kata-kata bijak yang terdiri atas satu atau dua kalimat tentang segi
hidup tertentu yang menggambarkan kebijaksanaan hidup dari budaya tertentu.
Kita mengingat sewaktu bersekolah di Sekolah Dasar, kita semua menguasai
pepatah ini, bahkan ujian atau ulangan Bahasa Insonesia, kita harus secara
gila-gilaan menghafalkannya. Dalam permainan sehari-hari, dalam pembicaraan
formal, secara sadar kita mengutip kebijaksanaan –kebijaksanaan yang diturunkan
nenek moyang kita itu.
Kita
mendengar dua gadis yang sedang bersengketa dan seorang diantaranya berkata
“tong kosong nyaring bunyinya” yang dibalas lainnya dengan “air susu dibalas
dengan air tuba.” Siapakah yang tidak mengingat perumpamaan “malu bertanya
sesat di jalan”? Atau adagium “buruk rupa cermin dibelah”? Atau “harimau mati
meningglkan belang, manusia mati meningglkan nama”? Yang paling melekat dan
kita ingat sebagai anak sekolah adalah peribahasa “rajin pangkal pandai, hemat
pangkal kaya” yang tentu saja digunakan untuk mendorong kita rajin belajar dan
berhemat serta “sekali dayung dua tiga pulau terlampaui” untuk memacu kita
sigap merencanakan tindak laku apalagi tugas dan tanggung jawab kita. Semua ini
menggambarkan apa yang menjadi konsep dasar dan pandangan hidup tentang aspek
hidup tadi: misalnya soal keberanian, kejujuran, kekeluargaan, dan lain-lain.
b.
Cerita
binatang
Cerita
ini sering dianggap sebagai cerita tertua, karena binatang dapat dianggap
sebagai makhluk yang sejak awal mula banyak dihadapi dan bergaul dengan
manusia: menjadi penolongnya, menjadi makanan, atau menjadi musuh yang
menakutkan. Itulah sebabnya kita banyak mengenal cerita fantasi tentang
binatang yang piawai berbicara, yang bersikap bagaikan manusia, yang bahkan
banyak digunakan sebagai perlambang dan teladan tentang hidup manusia, mungkin
cerita yang pasti semua kenal adalah cerita tentang “Si Kancil yang Cerdik.”
Cerita
binatang yang juga tidak bisa kita lupakan adalah cerita tentang anjing yang
setia, kambing yang membahagiakan majikannya, kucing yang menjadi sahabat bukan
hanya anak tetapi juga orang tua, dan lain-lain. Si Kumbang jadi Hakim karya Kak Alif (1973) saya anggap sebagai
karya klasik yang perlu dicatat. Kisah ini sangat segar dan meyakinkan serta
menarik, tentang kerukuran para binatang (anjing, kucing, ayam, kambing, dan
itik) yang hidup dalam sebuah lingkungan kecil, dan dipimpin dengan
bijaksana oleh seekor anjing, yaitu Si
Kumbang yang setia. Konon Si Lia (ayam betina) kehilangan telur, dan diduga Si
Belang (kucing)lah pencurinya. Namun keputusan tidak bisa diambil karena tidak
ada saksi yang menguatkan. Maka pada kesempatan kedua, Si Belang tidak bisa
berkutik lagi, karena terbukti kaki kirinya terkena kuning telur. Oleh karena
itu, secara aklamasi ia dihukum rendam. Di samping cerita menarik tadi, perlu
juga disimak Margasatwa karya Ny.
Madio Sutilarso (1977), sebuah kumpulan cerita binatang yang dengan secara
menarik serta lengkap mengisahkan kehidupan lembu, cengkik, singa, ikan, dan
lain-lain.
c.
Fabel
Ini
adalah kisah didaktik yang secara baik tersembunyi maupun sangat tandas terbuka
menyatakan moral dalam kisahnya. Cerita yang menggunakan binatang bagai
gambaran manusia utuh itu diciptakan oleh Aesop, yang menurut cerita lama,
berasal dari Yunani. Ingatlah Aesop’s
Fables yang ditulis oleh Wiliam Caxton di Inggris pada tahun 1484, yang
menyatakan kepada kita bahwa fabel adalah cerita tradisional yang mula pertama
dituliskan.
Kita
semua juga mengenal kisah tentang harimau yang mengesankan keagungan, atau
rubah yang cerdik, dan domba yang lembut dan jinak. Yang sangat banyak
diceritakan adalah ihwal penyu yang sangat tekun, sabar, dan bertahan. Ke
manapun kita pergi, fabel yang notabene adalah upaya penanaman moral ini kita
dengar dan temukan. Periksalah kembali kisah “Si Kura-kura Ke Angkasa” sebuah
fabel sekaligus cerita asal mula, yang dikisahkan kembali oleh Naning Pranoto
dalam Tiga Pendekar Cilik (1999).
d.
Cerita
rakyat
Cerita
rakyat atau yang banyak dikenal sebagai kisah tentang peri (walau tidak selalu
ditemukan peri di dalamnya) sangat mudah kita kenali. Biasanya,
karakteristiknya mudah kita ingat seperti pembukaan dan penutupannya yang khas
seperti: “Dulu sekali, adalah seorang raja ...” dan penutup yang juga
menunjukka usai dan berakhirnya kisah secara memuaskan seperti “akhirnya
merekapun hidup sangat bahagia.” Kisah ini juga selalu singkat, dengan latar
yang minim tetapi cukup menginformasikan dan meletakakkan kisah di tempat yang
dapat diterima, serta tokoh yang hampir selalu stereotip. Misalnya, gadis cantik
yang jahat, bapak yang peragu, ibu tiri yang kejam, atau nenek yang pengasih.
Kita
pasti masih ingat dengan kisah “Cinderella,” “Putri Tidur”, dan lain-lain.
Contoh dari Indonesia dapat diambil Si Leungi, Cerita Rakyat dari Jawa Barat, oleh Baby dan Mad Yusup (1994), atau
periksa Bunga Rampai Cerita Rakyat
Nusantara oleh Unsur (1976), juga Putri
Tandampalik (Cerita dari Sulawesi) diceritakan kembali oleh Timbul Sudrajat
(2000). Si Leungli berkisah tentang Nyi Bungsu Rarang gadis terkecil dari tujuh
bersaudara perempuan yang kesemuanya cantik jelita. Namun karena keenam
kakaknya berhati jahat, dan dia sendiri rajin dan penurut, dan seperti dapat
kita duga berkat pengetahuan yang nelekat tentang pola cerita rakyat, ia
dipersunting seorang calon raja. Cerita-cerita ini juga menyukakan hati kita
karena sifatnya yang kumulatif. Misalnya, ihwal di hutan belantara ketika para
warganya meragukan sesuatu, biasanya mereka akan menanyakan kepastian
jawabannya atau keputusan penyelesaiaannya pada beberapa warganya. Pertama
bertanya kepada burung, lalu bertanya lagi kepada ikan, selanjutnya jumpa
kembali dengan ular, datang kepada kera, dan seterusnya hingga sampai kepada
tokoh penting yang memberikan jawaban dan kesimpulan/keputusan.
Ragam
cerita rakyat inilah yang paling disukai oleh anak-anak dan masyarakat. Orang
tua sangat menggemarinya. Nilai-nilai luhur di dalamnya dipercaya. Kita
menemukan cerita rakyat dalam berbagai versi, tampilan, apakah itu untuk anak
usia muda hingga tua sekalipun. Anatalogi juga beragam. Banyak penerbit berebut
pembaca dengan berusaha mengisahkan segala, terutama mengenai dongeng, mitos,
dan legenda dari tanah air Indonesia. Simaklah berbagai kumpulan cerita rakyat
Nusantara yang disampaikan dengan berbagai gaya, upaya, dan kualitas, anatara
lain, Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara
oleh Sumbi Sambangsari (2008).
e.
Mitos
Ini
sangat menarik, dan tak habis-habisnya dapat dijelaskan kehidupan manusia.
Mitos ada dalam hampir seluruh kehidupan umat manusia, hingga di zaman modern
sekarang ini. Tokoh-tokoh dengan berbagai kehebatan perilaku dan
kepahlawanannya yang ditonton anak-anak di televisi, banyak sekali sumber dari
mitologi apakah itu dari Yunani, Cina, maupun Indonesia. Toko-toko yang
menjamur kini juga menggunakan nama sosok mitologis seperti Hermes, Apollo,
bahkan Brutus. Apakah yang utama pada mitos sehingga demikian berpengaruh,
manarik, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup manusia? Secara umum
dapat dikatakan bahwa mitos atau cerita ini sebetulnya adalah upaya manusia
atau masyarakat untuk hidup bersama dan mampu mengelola serta dengan demikian
berkembang dengan fenomena yang tak dapat diterangkan dan dipahaminya.
Ada
tiga misteri hidup yang tak kunjung dapat dikuasai manusia yaitu, “asal mula
manusia, kehidupan sendiri, dan kematian” (Stewig, 1980: 181). Itulah sebabnya
tokoh-tokoh memiliki kemampuan supranatural, yang dapat melakukan hal-hal yang
ajaib, yang diharapkan dapat menjelaskan kehausan umat manusia akan jawaban
atas keberadaannya dan fenomena alam yang memukaunya serta sering tak
dipahaminya. Ambillah contoh Asal Mula
Kota Jambi, karya Yuliadi Soekardi dan U. Syahbudin (2006). Kisah seperti ”Asal
Mula Banyuwangi”, “Asal Mula Danau Toba”, “Mengapa Bebek Mampu Berenang”, atau
bacalah dengan seksama “Puteri Kayangan dengan Pemotong Kayu” (Mohamad 1981:
2-11) yang menjelaskan mengapa “ayam jantan suka memanjat ke bagian bubung yang
paling tinggi dan berkokok dengan memanjangkan lehernya ke arah langit” (hal.11)
dan berbagai kisah yang mengharukan lainnya yang tak pernah kering dari
perhatian anak-anak.
f.
Legenda
Legenda
amat berhubungan dengan mitos, bahkan kerap sulit untuk membedakannya dari yang
lainnya. Biasanya, kita mengingat tokoh yang sangat kuat dan menjadi pembela
dalam sebuah legenda. Jika pada mitos kerap kita langsung mengasosiasikannya
dengan dewa/dewi, maka dalam legenda atau (sering disebut) cerita rakyat walau
para tokohnya sesunggunya berkemampuan dewa/dewi ia bisa muncul sebagai manusia
biasa. Bacalah Putri Ular Putih karya
Zhang Heng-Shui (1991). Atau legenda Tapaktuan: Kisah Naga Memelihara Bayi Raja oleh Darul Qutni Ch. (2002).
Biasanya tokoh legenda akan berbuat segala hal untuk membela orang yang
dianiaya. Ia melawan segala yang jahat. Dalam hal ini jangan lupa pada
kisah-kisah di televisi seperti Superman,
Batman, dan Wonder Woman, yang semuanya bersumber atau merupakanan turunan
dari kisah dan legenda Yunani dan Romawi itu. Kita juga pernah mendengar
tentang Raja Arthur, raja Inggris, tokoh legenda yang menarik. Tak mungkin kita
lupa dengan tokoh legenda Robin Hood yang dicintai rakyat apalagi anak-anak,
yang berani merampok dan membagikan hasil rampasannya pada orang miskin.
Indonesia
juga mempunyai sangat banyak legenda. Kita semua bahkan dibesarkan oleh legenda
yang datang dan berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, apakah itu
ihwal kepahlawanan, berkaitan dengan sejarah kehidupan manusia, atau bercampur
dengan segala kemampuan dewa/dewi dan bertenaga lainnya. Sedemikian populer
legenda di Indonesia hingga bila menyimak misalnya Limah, Si Cantik Jembatan Ancol oleh Sutan Iwan Soekri Munaf
(1986), kita disadarkan, bahwa “legenda” Si Cantik Jembatan Ancol ini bukanlah
pembela masyarakat miskin atau apa, tetapi kita pembacalah yang ingin
membelanya. Demikian juga kalau kita baca “Lenyapnya Cinta Si Pengembara” oleh
Mansur Samin (1996). Puisi itu mengisahkan legenda Si Sampuraga, seorang anak
orang miskin yang menjadi kaya raya dan menjadi raja namun lupa pada orang
tuanya. Dalam hati ini lebih utama adalah pesan moral yang disampaikannya.
Sumber
: Pedoman
Penelitian Sastra Anak ‘Edisi Revisi’
Riris
K. Toha – Sarumpaet (Hal.19-25)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar