Minggu, 09 April 2017

Contoh Dongeng

TUJUH PANGERAN GAGAK
(Dongeng Grimm, diceritakan kembali oleh Andre Bay)

 

Pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki yang mempunyai tujuh orang anak, semuanya laki-laki. Oleh karena itu dia berharap bahwa suatu hari Tuhan memberikan seorang anak perempuan kepadanya. Tak terbayangkan olehnya bahwa akhirnya doanya dikabulkan. Istrinya melahirkan seorang bayi perempuan. Bayi perempua itu amat mungil, terlalu kecil dan rapuh. Dengan mudah ia dapat diterbangkan angin yang tidak begitu kencang. Laki-laki itu demikian bangga karena akhirnya dia dapat memiliki seorang anak perempuan.
Dia menyuruh ketujuh anak laki-lakinya mencari air di sebuah sumber air gunung. Ketujuh anak laki-laki yang semuanya baik hati dan penurut, segera lari menuju ke gunung seperti yang dikehendaki ayahnya. Karena saling mendorong, tanpa sengaja anak yang membawa bejana menjatuhkan bejana yang dipegangnya. Bejana itu pecah. Mereka saling memandang, merasa sedih dan tak berani pulang ke rumah dengan tangan kosong.
Sementara itu sang ayah mulai merasa gelisah. Dia menggerutu, “Seharusnya mereka sudah kembali sejak tadi. Apa yang sedang mereka kerjakan? Pasti mereka sedang bermain lompat-lompatan dan melupakan air yang kuminta.”
Semakin dia memandang bayi perempuannya yang menggeliat lemah di ayunan, semakin dia merasa berang. Dia ingin segera membaptis bayinya. Kekhawatirannya semakin besar, hingga dalam kemarahannya yang memuncak dia mengutuk ketujuh anak laki-lakinya.
“Biarlah mereka berubah menjadi burung gagak!”
Baru saja dia selesai mengatakan hal itu dia mendengar kelepak-kelepak sayap di atas kepalanya. Dia menengadahkan kepalanya dan melihat tujuh gagak hitam terbang di angkasa. Oh!
Betapa ia menyesali dirinya. Dia tak pernah membayangkan bahwa kutukannya menjadi kenyataan. Tak henti-hentinya ia menyesali dirinya. Sayang! Apa yang telah diucapkannya telah menjadi kenyataan dan dia tak mempunyai kekuatan sihir untuk membatalkannya. Istrinya juga merasa sangat sedih kehilangan tujuh anak laki-lakinya. Mereka menghibur diri dengan kehadiran putri kecil yang cantik, yang tumbuh sehat, tidak seperti yang pernah mereka bayangkan pada waktu kelahiranyya dulu. Dari hari ke hari si mungil bertambah besar dan semakin cantik. Dia tak tahu bahwa dia mempunyai tujuh kakak laki-laki. Karena orang tuanya tak pernah membeberkan rahasia ini kepadanya. Mereka tak ingin putri mereka yang mungil bersedih dan menyesali dirinya karena merasa telah menjadi penyebab hilangnya ketujuh kakaknya.
Pada suatu hari, secara kebetulan dia mendengar percakapan tetangganya yang tengah membicarakan dirinya.
“Benar-benar dia putri yang ramah, tetapi bagaimanapun juga, dialah penyebab hilangnya ketujuh kakaknya.”
Apa yang didengarnya itu sangat menyiksa hatinya. Oh! Jadi dia mempunyai tujuh kakak laki-laki? Tetapi mengapa orang tuanya tak pernah mengatakan hal ini kepadanya? Apalagi bahwa dialah yang menyebabkan mereka hilang. Bagaimana mungkin bahwa dia tak tahu sedikit pun mengenai hal ini? Kemudian dia memohon agar orang tuanya menjelaskan apa yang telah terjadi, sambil berkata bahwa dia akan mati menderita bila orang tuanya tetap merahasiakan kenyataaan itu baginya. Karena tak mungkin menghindar lagi, ayah dan ibunya menceritakan segalanya. Ayahnya menambahkan bahwa hal ini terjadi karena kehendak alam, tak ada gunanya menyesali diri.
Pikiran tentang kakak-kakaknya membuatnya sedih. Dia sering menangis dan berkata bahwa bencana yang mengerikan itu tak akan terjadi seandainya dia tidak dilahirkan. Tak sedetik pun dia lupa akan penderitaan yang menimpa kakak-kakaknya. Dia berniat berbuat sesuatu untuk membebaskan kutukan, agar kakak-kakaknya dapat kembali menjadi manusia. Akhirnya diputuskannya untuk pergi mencari ketujuh kakaknya itu.
Dia pergi meninggalkan rumah dengan hanya membawa sebentuk cincin orang tuanya sebagai kenang-kenangan, seiris roti untuk penahan lapar, sebotol kecil air penahan haus, dan sebuah kursi kecil untuk duduk jika dia lelah. Dia berjalan tak kenal lelah, sampai ke ujung dunia.
Dari ujung dunia dia berjalan terus sampai dekat rumah sang matahari yang senang membakar siapa saja yang datang mendekat dan senang menelan anak-anak. Maka dia pergi menjauh menuju ke bulan. Di sana hawa dingin memusuk tulang. Kemudian dia pergi menuju rumah sang bintang yang ramah menyambutnya. Bintang kejora memberi sebuah tulang yang runcing sambil berkata kepadanya, “Tanpa tulang runcing ini, kau tak akan dapat masuk ke Gunung Kaca. Di sana kakak-kakakmu tinggal.”
Dengan sangat berhati-hati si gadis kecil membungkus tulang kecil itu di dalam sapu tangannya. Oh! Betapa malangnya si gadis kecil. Tulang itu tak ada lagi di sana, tak ada sesuatu pun di dalam sapu tangannya.
Oh! Apa yang harus diperbuatnya? Bagaimanapun juga dia harus membebaskan kakak-kakaknya. Mereka terkurung di dalam Gunung Kaca, tetapi dia tak mempunyai kunci sebagai pembuka pintu gerbangnya. “Kalau demikian, aku harus membuat sebuah kunci.”
Dengan pisau lipatnya gadis kecil yang baik hati ini memotong jarinya, diruncingkannya tulangnya dan dengan kunci inilah pintu gerbang itu dapat dibuka.
Dia berjumpa dengan orang kerdil. Orang kerdil ini menegurnya sambil bertanya, apa yang dicarinya di Gunung Kaca?
Dia menjawab,
“Aku mencari ketujuh kakakku yang menjadi tujuh ekor gagak.”
“Oh, mereka majikan-majikanku,” kata si kerdil. “Mereka sedang keluar. Kalau kau menunggu, sebentar lagi mereka pasti pulang. Aku akan menyiapkan makan malam bagi mereka.”
Si kerdil lalu mengatur meja dengan tujuh buah piring kristal dan tujuh buah gelas kristal yang kecil-kecil. Si gadis kecil mengambil sebutir rontokan roti dari setiap piring dan meneguk air setetes dari setiap gelas, kemudian dia menaruh cincin orang tuanya di dalam gelas yang ketujuh.
Tak lama kemudia terdengar suara di angkasa, “Kaok, kaok, kaok,” bersahut-sahutan. Si kerdil berkata kepadanya,
“Itu mereka datang, aku sudah mendengarnya.”
Tujuh ekor gagak terlihat masuk dan minta agar makanan dan minuman segera disiapkan. Pada saat mereka melihat piring dan gelas di meja, mereka masing-masing berkata, “Ada yang makan dari piringku dan minum dari gelasku. Pasti manusialah yang telah melakukannya.”
Keanehan ini tidak menyebabkan mereka berhenti makan dan minum. Pada saat kakak yang ketujuh ingin meneguk setetes air yang terakhir dari gelasnya, sebuah cincin masuk ke dalam kerongkongannya. Untung saja dia bisa memuntahkan cincin itu kembali dan menaruhnya di ujung paruhnya. Sekarang cincin itu jelas. Dia segera mengenali cincin milik orang tuanya itu. Dia berkata, “Oh. Tuhan, terima kasih. Mungkin adik kami telah datang ke sini. Dan semoga saja berkat kedatangannya kami dapat kembali pada bentuk kami semula.”
Gadis kecil itu berada di belakang pintu. Mendengar harapan kakaknya, ia segera memperlihatkan dirinya. Begitu mereka melihatnya, berubahlah gagak-gagak itu menjadi manusia kembali. Bergantian mereka memeluk dan menciumi adik mereka. Lalu dengan hati gembira mereka bersama-sama pulang ke rumah orang tua mereka.

Sumber :Diambil dari Ernest Flammarion, Kumpulan Dongeng Indah, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, (1991 hal.79-83).
Pedoman Penelitian Sastra Anak ‘Edisi Revisi’

Riris K. Toha – Sarumpaet (Hal.171-175).

Kisah - kisah Tradisional

KISAH-KISAH TRADISIONAL

Karya-karya tradisional adalah cerita-cerita karena sifatnya yang anonim dan turun temurun yang dikenal sebagai milik setiap orang, dimiliki oleh setiap bangsa di dunia, demikian juga di Indonesia. Kisah serupa ini biasa disebut sebagai folklor, kisah-kisah yang berisi kebijaksanaan, kasih sayang, dan impian sebuah kelompok dan komunitas yang menjadi milik bersama, bahkan mejadi acuan hidup mereka. Lagu-lagu, permainan, alat-alat dapur, tenunan, asesori, tarian, upacara-upacara, pantun, fabel, mitos, legenda, dan epik masuk dalam kelompok cerita tradisional. Seperti kita ketahui, folklor ini anonim dan terdiri atas segala ragam cerita rakyat yaitu cerita yang diturunkan oleh nenek moyang setiap bangsa, kisah yang menjadi dan dimiliki oleh setiap orang. Inilah sebabnya, mengapa dalam perjalanan waktu, kita dapat menemukan berbagai varian cerita rakyat di berbagai sudut dunia. Kisah “Bawang Merah dan Bawang Putih” misalnya di Indonesia, tidak bisa tidak adalah varian dari kisah “Cinderella” yang terkenal dan dikumpulkan oleh Grimm Bersaudara itu.
Sedemikian menarik dan terkenal bahkan pentingnya cerita tradisional ini membuat banyak orang menganggap sebagai cermin budaya manusia. Malahan Zipes dalam bukunya Why Fairy Tales Stick (2006) menyatakan bahwa cerita rakyat atau dongeng sangat berperan dalam menolong  kita beradaptasi dengan lingkungan yang seringkali tidak ramah. Segala kebijakan tadi, harapan, dan impian bahkan yang dapat ditelisik dari berbagai kesulitan hidup, duka nestapa para tokoh dalam cerita rakyat, dipercaya dapat membantu masyarakat pemilik dan pembacanya untuk melanjutka hidupnya dengan memahami dan mengelola alam dan lingkungannya, dari semua kisah tradisional yang ada, cerita rakyatlah yang paling disuka orang. Berdasarkan hal itu, berikut ini disampaikan yang menonjol yang memenuhi perhatian kita.

a.      Pepatah/peribahasa
Pepatah adalah kata-kata bijak yang terdiri atas satu atau dua kalimat tentang segi hidup tertentu yang menggambarkan kebijaksanaan hidup dari budaya tertentu. Kita mengingat sewaktu bersekolah di Sekolah Dasar, kita semua menguasai pepatah ini, bahkan ujian atau ulangan Bahasa Insonesia, kita harus secara gila-gilaan menghafalkannya. Dalam permainan sehari-hari, dalam pembicaraan formal, secara sadar kita mengutip kebijaksanaan –kebijaksanaan yang diturunkan nenek moyang kita itu.
Kita mendengar dua gadis yang sedang bersengketa dan seorang diantaranya berkata “tong kosong nyaring bunyinya” yang dibalas lainnya dengan “air susu dibalas dengan air tuba.” Siapakah yang tidak mengingat perumpamaan “malu bertanya sesat di jalan”? Atau adagium “buruk rupa cermin dibelah”? Atau “harimau mati meningglkan belang, manusia mati meningglkan nama”? Yang paling melekat dan kita ingat sebagai anak sekolah adalah peribahasa “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya” yang tentu saja digunakan untuk mendorong kita rajin belajar dan berhemat serta “sekali dayung dua tiga pulau terlampaui” untuk memacu kita sigap merencanakan tindak laku apalagi tugas dan tanggung jawab kita. Semua ini menggambarkan apa yang menjadi konsep dasar dan pandangan hidup tentang aspek hidup tadi: misalnya soal keberanian, kejujuran, kekeluargaan, dan lain-lain.
b.      Cerita binatang
Cerita ini sering dianggap sebagai cerita tertua, karena binatang dapat dianggap sebagai makhluk yang sejak awal mula banyak dihadapi dan bergaul dengan manusia: menjadi penolongnya, menjadi makanan, atau menjadi musuh yang menakutkan. Itulah sebabnya kita banyak mengenal cerita fantasi tentang binatang yang piawai berbicara, yang bersikap bagaikan manusia, yang bahkan banyak digunakan sebagai perlambang dan teladan tentang hidup manusia, mungkin cerita yang pasti semua kenal adalah cerita tentang “Si Kancil yang Cerdik.”
Cerita binatang yang juga tidak bisa kita lupakan adalah cerita tentang anjing yang setia, kambing yang membahagiakan majikannya, kucing yang menjadi sahabat bukan hanya anak tetapi juga orang tua, dan lain-lain. Si Kumbang jadi Hakim karya Kak Alif (1973) saya anggap sebagai karya klasik yang perlu dicatat. Kisah ini sangat segar dan meyakinkan serta menarik, tentang kerukuran para binatang (anjing, kucing, ayam, kambing, dan itik) yang hidup dalam sebuah lingkungan kecil, dan dipimpin dengan bijaksana  oleh seekor anjing, yaitu Si Kumbang yang setia. Konon Si Lia (ayam betina) kehilangan telur, dan diduga Si Belang (kucing)lah pencurinya. Namun keputusan tidak bisa diambil karena tidak ada saksi yang menguatkan. Maka pada kesempatan kedua, Si Belang tidak bisa berkutik lagi, karena terbukti kaki kirinya terkena kuning telur. Oleh karena itu, secara aklamasi ia dihukum rendam. Di samping cerita menarik tadi, perlu juga disimak Margasatwa karya Ny. Madio Sutilarso (1977), sebuah kumpulan cerita binatang yang dengan secara menarik serta lengkap mengisahkan kehidupan lembu, cengkik, singa, ikan, dan lain-lain.

c.       Fabel
Ini adalah kisah didaktik yang secara baik tersembunyi maupun sangat tandas terbuka menyatakan moral dalam kisahnya. Cerita yang menggunakan binatang bagai gambaran manusia utuh itu diciptakan oleh Aesop, yang menurut cerita lama, berasal dari Yunani. Ingatlah Aesop’s Fables yang ditulis oleh Wiliam Caxton di Inggris pada tahun 1484, yang menyatakan kepada kita bahwa fabel adalah cerita tradisional yang mula pertama dituliskan.
Kita semua juga mengenal kisah tentang harimau yang mengesankan keagungan, atau rubah yang cerdik, dan domba yang lembut dan jinak. Yang sangat banyak diceritakan adalah ihwal penyu yang sangat tekun, sabar, dan bertahan. Ke manapun kita pergi, fabel yang notabene adalah upaya penanaman moral ini kita dengar dan temukan. Periksalah kembali kisah “Si Kura-kura Ke Angkasa” sebuah fabel sekaligus cerita asal mula, yang dikisahkan kembali oleh Naning Pranoto dalam Tiga Pendekar Cilik (1999).
d.      Cerita rakyat
Cerita rakyat atau yang banyak dikenal sebagai kisah tentang peri (walau tidak selalu ditemukan peri di dalamnya) sangat mudah kita kenali. Biasanya, karakteristiknya mudah kita ingat seperti pembukaan dan penutupannya yang khas seperti: “Dulu sekali, adalah seorang raja ...” dan penutup yang juga menunjukka usai dan berakhirnya kisah secara memuaskan seperti “akhirnya merekapun hidup sangat bahagia.” Kisah ini juga selalu singkat, dengan latar yang minim tetapi cukup menginformasikan dan meletakakkan kisah di tempat yang dapat diterima, serta tokoh yang hampir selalu stereotip. Misalnya, gadis cantik yang jahat, bapak yang peragu, ibu tiri yang kejam, atau nenek yang pengasih.
Kita pasti masih ingat dengan kisah “Cinderella,” “Putri Tidur”, dan lain-lain. Contoh dari Indonesia dapat diambil Si Leungi, Cerita Rakyat dari Jawa Barat, oleh Baby dan Mad Yusup (1994), atau periksa Bunga Rampai Cerita Rakyat Nusantara oleh Unsur (1976), juga Putri Tandampalik (Cerita dari Sulawesi) diceritakan kembali oleh Timbul Sudrajat (2000). Si Leungli berkisah tentang Nyi Bungsu Rarang gadis terkecil dari tujuh bersaudara perempuan yang kesemuanya cantik jelita. Namun karena keenam kakaknya berhati jahat, dan dia sendiri rajin dan penurut, dan seperti dapat kita duga berkat pengetahuan yang nelekat tentang pola cerita rakyat, ia dipersunting seorang calon raja. Cerita-cerita ini juga menyukakan hati kita karena sifatnya yang kumulatif. Misalnya, ihwal di hutan belantara ketika para warganya meragukan sesuatu, biasanya mereka akan menanyakan kepastian jawabannya atau keputusan penyelesaiaannya pada beberapa warganya. Pertama bertanya kepada burung, lalu bertanya lagi kepada ikan, selanjutnya jumpa kembali dengan ular, datang kepada kera, dan seterusnya hingga sampai kepada tokoh penting yang memberikan jawaban dan kesimpulan/keputusan.
Ragam cerita rakyat inilah yang paling disukai oleh anak-anak dan masyarakat. Orang tua sangat menggemarinya. Nilai-nilai luhur di dalamnya dipercaya. Kita menemukan cerita rakyat dalam berbagai versi, tampilan, apakah itu untuk anak usia muda hingga tua sekalipun. Anatalogi juga beragam. Banyak penerbit berebut pembaca dengan berusaha mengisahkan segala, terutama mengenai dongeng, mitos, dan legenda dari tanah air Indonesia. Simaklah berbagai kumpulan cerita rakyat Nusantara yang disampaikan dengan berbagai gaya, upaya, dan kualitas, anatara lain, Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara oleh Sumbi Sambangsari (2008).

e.       Mitos
Ini sangat menarik, dan tak habis-habisnya dapat dijelaskan kehidupan manusia. Mitos ada dalam hampir seluruh kehidupan umat manusia, hingga di zaman modern sekarang ini. Tokoh-tokoh dengan berbagai kehebatan perilaku dan kepahlawanannya yang ditonton anak-anak di televisi, banyak sekali sumber dari mitologi apakah itu dari Yunani, Cina, maupun Indonesia. Toko-toko yang menjamur kini juga menggunakan nama sosok mitologis seperti Hermes, Apollo, bahkan Brutus. Apakah yang utama pada mitos sehingga demikian berpengaruh, manarik, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup manusia? Secara umum dapat dikatakan bahwa mitos atau cerita ini sebetulnya adalah upaya manusia atau masyarakat untuk hidup bersama dan mampu mengelola serta dengan demikian berkembang dengan fenomena yang tak dapat diterangkan dan dipahaminya.
Ada tiga misteri hidup yang tak kunjung dapat dikuasai manusia yaitu, “asal mula manusia, kehidupan sendiri, dan kematian” (Stewig, 1980: 181). Itulah sebabnya tokoh-tokoh memiliki kemampuan supranatural, yang dapat melakukan hal-hal yang ajaib, yang diharapkan dapat menjelaskan kehausan umat manusia akan jawaban atas keberadaannya dan fenomena alam yang memukaunya serta sering tak dipahaminya. Ambillah contoh Asal Mula Kota Jambi, karya Yuliadi Soekardi dan U. Syahbudin (2006). Kisah seperti ”Asal Mula Banyuwangi”, “Asal Mula Danau Toba”, “Mengapa Bebek Mampu Berenang”, atau bacalah dengan seksama “Puteri Kayangan dengan Pemotong Kayu” (Mohamad 1981: 2-11) yang menjelaskan mengapa “ayam jantan suka memanjat ke bagian bubung yang paling tinggi dan berkokok dengan memanjangkan lehernya ke arah langit” (hal.11) dan berbagai kisah yang mengharukan lainnya yang tak pernah kering dari perhatian anak-anak.

f.       Legenda
Legenda amat berhubungan dengan mitos, bahkan kerap sulit untuk membedakannya dari yang lainnya. Biasanya, kita mengingat tokoh yang sangat kuat dan menjadi pembela dalam sebuah legenda. Jika pada mitos kerap kita langsung mengasosiasikannya dengan dewa/dewi, maka dalam legenda atau (sering disebut) cerita rakyat walau para tokohnya sesunggunya berkemampuan dewa/dewi ia bisa muncul sebagai manusia biasa. Bacalah Putri Ular Putih karya Zhang Heng-Shui (1991). Atau legenda Tapaktuan: Kisah Naga Memelihara Bayi Raja oleh Darul Qutni Ch. (2002). Biasanya tokoh legenda akan berbuat segala hal untuk membela orang yang dianiaya. Ia melawan segala yang jahat. Dalam hal ini jangan lupa pada kisah-kisah di televisi seperti Superman, Batman, dan Wonder Woman, yang semuanya bersumber atau merupakanan turunan dari kisah dan legenda Yunani dan Romawi itu. Kita juga pernah mendengar tentang Raja Arthur, raja Inggris, tokoh legenda yang menarik. Tak mungkin kita lupa dengan tokoh legenda Robin Hood yang dicintai rakyat apalagi anak-anak, yang berani merampok dan membagikan hasil rampasannya pada orang miskin.
Indonesia juga mempunyai sangat banyak legenda. Kita semua bahkan dibesarkan oleh legenda yang datang dan berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, apakah itu ihwal kepahlawanan, berkaitan dengan sejarah kehidupan manusia, atau bercampur dengan segala kemampuan dewa/dewi dan bertenaga lainnya. Sedemikian populer legenda di Indonesia hingga bila menyimak misalnya Limah, Si Cantik Jembatan Ancol oleh Sutan Iwan Soekri Munaf (1986), kita disadarkan, bahwa “legenda” Si Cantik Jembatan Ancol ini bukanlah pembela masyarakat miskin atau apa, tetapi kita pembacalah yang ingin membelanya. Demikian juga kalau kita baca “Lenyapnya Cinta Si Pengembara” oleh Mansur Samin (1996). Puisi itu mengisahkan legenda Si Sampuraga, seorang anak orang miskin yang menjadi kaya raya dan menjadi raja namun lupa pada orang tuanya. Dalam hati ini lebih utama adalah pesan moral yang disampaikannya.

Sumber : Pedoman Penelitian Sastra Anak ‘Edisi Revisi’

Riris K. Toha – Sarumpaet (Hal.19-25)